Welcome to My Blog... :)

Minggu, 27 Maret 2011

Pembuatan Database dalam Ms. Access 2007

Langkah-langkah pembuatan database di dalam ms. access 2007.

1.      Langkah pertama adalah membuka lembar kerja ms. access terlebih dahulu. Klik menu start, pilih microsoft office, lalu pilih Ms. Access 2007.
2.      Setelah keluar aplikasi ms. access 2007, maka akan keluar seperti yang terlihat pada Gambar 1. Kemudian pilih blank database.

(Gambar 1.)

3.      Tentukan nama database yang akan kita buat. Kali ini kita akan membuat nama databsenya dengan mengetik Database1 pada kolom nama file yang disediakan.


(Gambar 2.)
4.      Kemudian akan muncul lembar kerja ms.access seperti pada Gambar 3.


(Gambar 3.)

5.      Untuk membuat dan menciptakan field yang akan kita butuhkan, pilih sub menu View yang ada pada menu bar, lalu  pilih Design View.


(Gamabar 4.)

6.      Secara otomatis aplikasi akan muncul kotak dialog penyimpanan data tabel yang akan dibuat. Tentukan nama tabel yang diinginkan. Dalam hal ini kita akan buat tabel dengan nama CUSTOMER ID. Lalu tekan tombol OK.

(Gambar 5.)
7.      Kemudian akan masuk ke dalam lembar kerja pembuatan nama field. Ketik lah nama nama judul field yang diinginkan. Selanjutnya tentukan tipe data dari masing-masing field. Misalkan nama field yang pertama kita buat adalah CUSTOMER ID, kita tentukan field tersebut sebagai primary key, kemudian kita pilih tipe datanya sebagai tipe data text.


(Gambar 6.)

8.      Setelah selesai membuat judul field sesuai dengan yang diinginkan, langkah selanjutnya adalah melakukan double klik pada daftar tabel yang ada pada sebelah kiri lembar kerja ms. access yng berada tepat di daftar all tab. Lalu akan muncul tampilan seperti pada Gambar 7.

(Gambar 7.)
9.      Untuk langkah pembuatan form pada access, langkah selanjutnya adalah pilih menu create yang ada pada menu bar, kemudian klik sub menu form (Gambar 8.)


(Gambar 8.)

10.  Maka akan muncul tampilan sebagai berikut.


(Gambar 9.)

11.  Fungsi dari menu form ini adalah untuk memeriksa kebenaran dari data yang telah kita input sebelumnya. Jika ada data yang salah, maka kita pilih sub menu View yang terletak pojok kiri atas dibawah tombol menu utama. Kemudian pilih menu form view.

(Gambar 10.)

12.  Jangan lupa disimpan terlebih dahulu data yang telah kita edit dari kesalahan yang telah di lakukkan. Klik menu utama, pilih save as, kemudian akan muncul kotak dialog penyimpanan file. Tentukan nama table form sesuai dengan yang kita inginkan. Misalkan kita buat nama table form tersebut dengan nama tabelnya adalaha CUSTOMER FORM.


(Gambar 11.)

13.  Selanjutnya yaitu pembuatan query pada access. Langkahnya adalah pilih menu create, lalu pilih sub menu query wizard yang berada didalamnya. Maka akan muncul kotak dialog pembuatan query seperti yang terlihat pada Gambar 12. Tekan tombol OK untuk melanjutkan.

(Gambar 12.)

14.  Setelah itu, maka akan masuk ke dalam proses kotak simple query wizard. Pada kotak dialog ini, tentuk judul field apa saja yang diinginkan untuk segera ditampilkan pada lembar kerja penyimpanan data query. Pemasukkan judl field tersebut dilakukan dengan menandai judul fieldnya kemudian tekan tombol > pada kotak dialog tersebut. Setelah selesai menentukan judul fieldnya, maka tekan tombol next, lalu pada kotak query selanjutnya pilih tombol finish untuk mengakhiri.

15.  Untuk langkah yang selanjutnya yaitu langkah pembuatan report atau laporan. Caranya hanya dengan memilih menu create pada menu bar, kemudian pilih sub menu report yang ada didalamnya. Maka tampilan akhirnya akan terlihat seperti pada Gambar 13.

(Gambar 13.)

Kamis, 24 Maret 2011

Manusia dan Pandangan Hidup


A.                Pengertian Pandangan Hidup

Pandangan hidup merupakan sesuatu yang sulit untuk dikatakan, sebab kadang-kadang pandangan hidup hanya merupakan suatu idealisme belaka yang mengikuti kebiasaan berpikir didalam masyarakat.
Pandangan hidup juga bisa diimplementasikan sebagai hasil-hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman, fakta, dan sikap meyakini sesuatu yang diringkas sebagai pegangan, pedoman, petunjuk, atau arahan.
Pandangan hidup sangat bermanfaat bagi kehidupan individu, masyarakat, atau negara. Segala perbuatan, sikap, dan aturan –yang diwujudkan dalam berbagai bentuk, merupakan refleksi dari pandangan hidup yang telah dirumuskan. Pandangan hidup sering disebut filsafat hidup. Filsafat hidup sendiri diarti-konkritkan sebagai kecintaan atau kebenaran yang bisa dicapai oleh siapapun. Maka dari itu, pandangan hidup dengan hakikat bisa dicapai oleh siapapun itu, sangat diperlukan oleh tiap manusia. Pandangan hidup tiap orang bisa berbeda bisa juga sama. Dari situ terdapat pengklasifikasian tentang asal dari pandangan hidup tersebut, sebagai berikut:
1. Pandangan hidup berasal dari agama merupakan pandangan hidup yang mutlak kebenarannya
2. Pandangan hidup ideologi merupakan pandangan hidup yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma Negara tersebut
3. Pandangan hidup hasil renungan merupakan pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Pandangan hidup pada dasarnya memiliki unsur-unsur, yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan. Cita-cita adalah sesuatu yang ingin digapai oleh manusia melalui usaha. Kebajikan dalam hal ini, adalah nilai yang menjadi patokan usaha yang harus ditempuh untuk menggapai cita-cita. Usaha adalah hal-hal yang diupayakan sebaik mungkin untuk menggapai cita-cita yang harus dilandasi oleh keyakinan . Keyakinan diukur dengan daya pikir akal, jasmani, dan sikap maupun rasa kepada Tuhan. Hal ini yang mencirikan bahwa unsur-unsur pandangan hidup di atas saling berkaitan. Setiap orang, baik dari tingkatan yang paling rendah sampai dengan tingkatan yang paling tinggi, mempunyai cita-cita hidup. Hanya kadar cita-citanya sajalah yang berbeda. Bagi orang yang kurang kuat imannya ataupun kurang luas wawasannya, apabila gagal mencapai cita-cita, tindakannya biasanya mengarah pada hal-hal yang bersifat negative. Suatu ironi memang, bila manusia sedang dalam keadaan senang, bahagia, serta kecukupan, mereka lupa akan pandangan hidup yang diikutinya dan berkurang rasa pengabdiannya kepada Sang Pencipta. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Kurangnya penghayatan pandangan hidup yang diyakini.
b. Kurangnya keyakinan pandangan hidupnya.
c. Kurang memahami nilai dan tuntutan yang terkandung dalam pandangan hidupnya.
d. Kurang mampu mengatasi keadaan sehingga lupa pada tuntutan hidup yang ada dalam pandangan hidupnya.
e. Sengaja melupakannya demi kebutuhan diri sendiri.
Di sinilah peranan pandangan hidup seseorang. Pandangan hidup yang teguh merupakan pelindung seseorang. Dengan memegang teguh pandangan hidup yang diyakini, seseorang tidak akan bertindak sesuka hatinya. Ia tidak akan gegabah bila menghadapi masalah, hambatan, tantangan dan gangguan, serta kesulitan yang dihadapinya.
Sebagai tambahan, apabila pandangan hidup tesebut diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka pandangan hidup tersebut akan menjadi ideologi. Dan jika itu berkembang lagi, hingga lingkup kerakyatan atau negara maka disebut ideologi negara.

B. Cita-cita

Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, yang disebut cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang pada masa mendatang.
Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan. Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang akan datang sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkah seseorang mencapai apa yang dicita-citakan, hal itu bergantung dari tiga faktor:
1. Faktor manusia
2. Faktor kondisi
3. Faktor tingginya cita-cita

C. Kebajikan

Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan nonna-norrna agama dan etika.
1. Manusia sebagai pribadi, yang menentukan baik-buruknya adalah suara hati.
2. Manusia sebagai anggota masyarakat atau makhluk sosial, manusia hidup bermasyarakat, saling membutuhkan, saling menolong, dan saling menghargai anggota masyarakat
3. Manusia sebagai makhluk Tuhan

D. Usaha ( Perjuangan )

Usaha/perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia hams kerja keras untuk kelanjutan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan. Perjuangan untuk hidup, dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempuma. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia hams kerja keras. Apabila seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia hams rajin belajar dan tekun serta memenuh semua ketentuan akademik.
Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya.
Untuk bekerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena kemampuan terbatas itulah timbul perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya. Kemampuan itu terbatas pada fisik dan keahlian/ketrampilan.

E. Keyakinan ( Kepercayaan )

Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuaasaan Tuhan. Menurut Prof. Dr.Harun Nasution, ada tiga aliran filsafat, yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme, dan aliran gabungan.
1. Aliran Naturalisme : Hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari natur, dan itu dari Tuhan.
2. Aliran intelektualisme : Dasar aliran ini adalah logika / akal. Manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir.
3. Aliran Gabungan : Dasar aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal. kekuatan gaib Minya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan.

F. Langkah-langkah Berpandangan Hidup yang Baik.

Manusia pasti mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuknya. Bagaimana kita memeperlakukan pandangan hidup itu tergantung pada orang yang bersangkutan. Ada yang memperlakukan pandangan hidup itu sebagai sarana mencapai tujuan dan ada pula yang memperlakukaan sebagai penimbul kesejahteraan, ketentraman dan sebagainya.
pandangan hidup sebagai sarana mencapai tujuan dan cita-cita dengan baik. Adapun langkah-langkah itu sebagai berikut :
1. Mengenal
2. Mengerti
3. Menghayati
4. Meyakini
5. Mengabdi

Pandangan Terhadap Hukum Keadilan di Indonesia


Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran". Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Bahwasanya di Indonesia keadilan belum bisa ditegakkan sesuai tuntutan negara hukum, sudah tercermin di dalam praktek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tentunya orang sudah bosan membaca, mendengar dan melihat keadaan tersebut. Tapi apa boleh buat, kita harus berjuang terus demi tegaknya keadilan di Indonesia, sebab tanpa perjuangan keadaan tersebut tidak akan berobah dengan sendirinya. Tanpa adanya perjuangan, si pelaku ketidak adilan akan terus leha-leha dan senyum simpul meneruskan tindakannya.
Mari kilas balik sebentar, sekedar supaya tidak lupa akan adanya ketidak-adilan serius di Indonesia. Belum ada yang bisa menjelaskan sampai sekarang dengan gamblang: mau diapakan kasus korban pembunuhan massal 1965-66 dan korban kejahatan HAM lainnya yang berkaitan dengan peristiwa G30S. Dan bagaimana dengan kasus Tanjung Priok, Trisakti, Semanggi, Jl Diponegoro dll? Sebaliknya sudah gamblang dan terang benderang kasus Akbar Tanjung tentang penggelapan 40 milyar rupiah uang Bulog,, yang oleh setiap orang diyakini sebagai tindak kriminal yang memalukan, telah diloloskan oleh Mahkamah Agung.
Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari cukup norma-norma hukum, tapi ironisnya sulit sekali mencari keadilan. Sebab di mana saja masih bertengger orang-orang yang jiwanya hitam kelam yang tidak bisa ditembus sinar terang. Bahkan Kejagung dan Mahkamah Agung yang seharusnya aktif menegakkan keadilan, ternyata seperti yang dikatakan Hendardi (PBHI), hanya berfungsi sebagai mesin binatu: "Masuk barang kotor, keluar 'bersih''. Kasus Akbar Tanjung tersebut di atas merupakan contoh yang tepat dan aktual.
Tampak masih berlanjutnya praktek di jaman Suharto dulu, di mana ketika menteri-menterinya kedapatan melakukan korupsi, langsung kasusnya diselesaikan sendiri olehnya (Suharto) dengan pernyataan: kesalahan prosedur administrasi. Hanya bedanya dengan praktek di era ‘’reformasi’’sekarang ini ialah Suharto dulu tanpa menggunakan ''mesin binatu'', tapi dengan ‘’mesin sulap’’: barang kotor ditutup dengan selembar kain, dibuka jadi bersih. Suharto memang punya keahlian menyulap seperti ilusionis David Coppervield. Indonesia yang kaya raya oleh Suharto bisa disulap menjadi negara miskin dan banyak hutangnya, apalagi masalah korupsi dari menteri-menterinya dan para kroninya.
Keadaan langka keadilan di atas terus berjalan di Indonesia sampai dewasa ini, seiring dengan reformasi di bidang hukum dan keadilan yang tidak berjalan seperti yang diharapkan. Bersamaan itu pula, mereka yang tergolong dalam kontra-reformasi, yang dahulu pendukung atau kader Orde Baru terus mengadakan konsolidasi. Sungguh kita akan terperangah sejenak ketika melihat tayangan programma diskusi/dialog interaktif di Liputan6 SCTV mengenai keputusan MA yang membebaskan Akbar Tanjung, di mana Ruhut Sitompul (advokat, Golkar) dan ahli-ahli hukum semacamnya dengan emosional berteriak ''Setuju!!!'' Dan mereka berdalih dengan macam-macam referensi dan teori, tapi kosong melompong dari rasa keadilan.
Tapi alhamdulillah, tampak ada celah-celah yang bisa ditembus dalam mencari keadilan, yaitu pada Mahkamah Konstitusi. Dalam kasus Pasal 60/g UU Pemilu keadilan bisa ditegakkan. Sehingga pasal diskriminatif terhadap para mantan anggota PKI dan ormasnya, dinyatakan bertentangan dengan UUD 45 dan karenanya tidak punya kekuatan hukum. Ini artinya telah berjalan proses penemuan jalan-jalan perjuangan yang realistis: mana yang obyektif bisa ditempuh. Kalau tembok beton tidak bisa diterobos, janganlah membenturkan kepala. Hancur kepala sendiri, temboknya tidak apa-apa. Tapi memang kita harus terus menerus berusaha menyusun kekuatan tidak hanya untuk menerobos, tapi juga untuk merobohkan tembok beton tersebut. Untuk itu semua kekuatan reformasi harus bersatu dan menghindarkan politik pecah belah dari lawan.
Kenyataan dewasa ini di Indonesia belum ada persatuan ke arah perjuangan menegakkan keadilan. Kesadaran untuk perjuangan bersama sangat tipis, semua mengarah kepada kepentingan golongan dalam menegakkan keadilan/HAM. Contoh: di ST MPR 2003 mengenai kasus Pencabutan TAP-TAP MPRS yang bertujuan untuk mengoreksi fakta sejarah sekitar perebutan kekuasaan oleh jenderal Suharto terhadap Presiden Soekarno (1965-1966), ternyata hanya PDIP saja yang berjuang. Padahal semua orang meng-klaim Bung Karno milik seluruh bangsa Indonesia. Mengenai Pasal 60/g RUU Pemilu ketika diperdebatkan di dalam DPR,juga hanya PDIP saja yang berjuang menentangnya. Perlu dipertanyakan di mana suara kekuatan kiri/kiri-baru disimpan dan disembunyikan.
Pencabutan TAP-TAP tersebutlah yang terpenting, bukannya pernyataan rehabilitasi. Tanpa pencabutan TAP-TAP tersebut berarti berlangsungnya pembenaran secara yuridis tindakan kudeta jenderal Suharto. Sedang nama besar Bung Karno yang telah diakui sebagai bapak nation Indonesia, tidak akan ada yang bisa mereduksi apalagi menghapus, sehingga tidak memerlukan adanya pernyataan rehabilitasi.
Di samping itu perlu disadari, bahwa usaha mencari keadilan harus dilancarkan ke segala arah dan penjuru, ke semua lembaga negara dan masyarakat. Kalau usaha tersebut hanya diarahkan ke Lembaga Eksekutif saja, niscaya akan menemukan hasil yang tidak memuaskan, apalagi Kabinet sekarang ini seperti dikatakan Presiden Megawati sendiri adalah sebagai “kranjang sampah” dalam “system pemerintahan abu-abu”.
Meskipun demikian pemerintah juga menampakkan satu langkah positif. Pemerintah dengan Surat Setwapres (Sekretaris Wakil Presiden) No. B.3/3 tanggal 15 Maret 2004 (tentang Pelaksanaan Keppres No.58/1996 dan Inpres No.4/1999), yang ditujukan kepada sejumlah instansi pemerintah (Jaksa Agung, Kapolri, Sekjen Kementerian Kabinet Gotong Royong, para pimpinan lembaga pemerintahan non departemen, pimpinan lembaga tinggi Negara, para gubernur dan bupati), meminta agar para pimpinan lembaga-lembaga negara tersebut menertibkan atau menindak aparat bawahan mereka yang masih memberlakukan SBKRI (Surat Bukti Keawarganegaraan Republik Indonesia) bagi warga Negara keturunan Tionghoa, India dan lain-lainnya. Diharapkan dengan surat tersebut perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif terhadap warganegara keturunan Tionghoa dll akan berakhir.
Langkah pemerintah tersebut di atas selanjutnya haruslah didorong menuju kepada penghapusan Instruksi Mendagri No.32 Tahun 1981 yang mengakibatkan para mantan tapol, meskipun sudah “bebas”, tapi dalam praktek masih memikul penderitaan tindakan yang tidak adil, diskriminatif dan bertentanagan dengan HAM. Maka mendorong pemerintah untuk bisa melangkah ke arah itu adalah tugas kekuatan reformasi seluruhnya dan mantan tapol bersangkutan pada khususnya. Pengalaman perjuangan di Mahkamah Konstitusi bisa dipakai sebagai modus operandi untuk menuntut pencabutan Instruksi Mendagri tersebut di atas, ialah langsung menuntut kepada Menteri Dalam Negeri dan juga Menteri PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara) agar aparat bawahan mentaatinya.
Dengan demikian pernyataan-pernyataan umum tentang ketidak-adaan kemauan politik pemerintah, tidak akan membawa hasil riil tanpa adanya perjuangan konkrit langsung kepada sasaran. Bahkan secara tidak sadar pernyataan-pernyataan umum demikian akan membelokkan perjuangan ke arah jalan sesat penuh kabut, yang tidak bisa melihat peta politik Indonesia dewasa ini secara jelas. Bahkan hal itu bisa diasumsikan sebagai ketunggangan secara langsung atau tidak langsung oleh golongan tertentu yang berkepentingan dalam pemilu untuk mendiskreditkan Megawati/PDIP. Tentu saja kekuatan Orbalah yang gembira dan mengambil keuntungannya.
Di samping itu tentu perlu diingat bahwa kiprah PDIP di lembaga-lembaga tinggi negara tersebut di atas, tidak dapat dipisahkan dengan nama Megawati yang Ketua Umum PDIP dan juga presiden RI, yang Kabinetnya merupakan “kranjang sampah”. Sedang Presiden RI sendiri bukanlah Presiden PDIP, yang dapat berbuat apa saja seperti yang dilakukan fraksi PDIP di MPR dan DPR.
Dan juga perlu adanya pelurusan pandangan yang salah, bahwa presiden dalam system pemerintahan presidensial seakan-akan dapat memutuskan apa saja. Hal itu memang terjadi hanya dalam pemerintahan Orde Baru/Suharto, disebabkan seluruh Lembaga Tinggi Negara (MPR, DPR, DPA, MA, BPK), Golkar dan ABRI praktis merupakan alat kekuasaan rejim Orde Baru. Dengan demikian Suharto/Presiden dapat melakukan apa saja yang dikehendaki dengan garansi dukungan lembaga-lembaga negara, Golkar dan ABRI.
Tapi keadaan tersebut mengalami perubahan di era reformasi ini, dimana lembaga-lembaga tinggi negara dan parpol-parpol tidak lagi di bawah komando dan pengawasan eksekutif /Presiden (Ingat pada jaman Orba semua parpol di bawah pengawasan Pembina Politik). Sebaliknya bahkan lembaga Eksekutif (Kepresidenan) saat ini (setelah Amandemen UUD 45) kekuasaannya hampir menyerupai presiden dalam system parlementer (legislative heavy), meskipun secara yuridis masih system presidensial. Maka dari itu Presiden Megawati menyebut system pemerintahan dewasa ini abu-abu. Hal itu akan diperjelas dengan adanya multy partai dalam DPR/MPR dan tidak adanya partai yang menang mutlak dalam pemilu, yang berakibat Lembaga Eksekutif/Kabinet Presiden terbentuk dari “koalisi” bermacam-macam partai politik beserta aneka ragam corak kepentingannya.
Pendiskreditan Megawati/PDIP yang seakan-akan tidak mempunyai kemauan politik untuk membela HAM, membuktikan ketidak jelasan pandangan atas kondisi dan peta politik Indonesia dewasa ini. Hal ini juga merupakan pencerminan bahwa pihak pemecah-belah telah berhasil secara lihay melaksanakan politiknya. Pendiskreditan tersebut tidak akan punya nilai resultatif yang positif, kecuali hanya pelampiasan ketidak puasan yang mubazir dan menguntungkan bagi kekuatan orba.
Khusus mengenai kasus Korban pelanggaran HAM 1965-66, kita lihat bahwa dalam KOMNASHAM akhirnya bisa dibentuk bagian yang menanganinya. Ini adalah sebuah celah yang perlu dimanfaatkan seefektif mungkin, agar bisa membantu penegakan keadilan yang dikehendaki dan bisa mendorong pembentukan pengadilan atas kasus kejahatan HAM 1965-66 di Indonesia. Sedang sosialisasi di level internasional (internasionalisasi) kasus tersebut di Jenewa (Komisi HAM PBB) juga perlu dijalankan. Tapi berpengharapan yang berlebihan untuk mendapatkan keadilan di sana adalah suatu ilusi besar. Kita akan kecele nanti. Juga tentang usaha pengajuan kasus kejahatan HAM 1965-66 di sejumlah Mahkamah Internasional di Den Haag (Belanda), sebaiknya kita tidak usah ngotot menghabiskan enerji. Kita akan lebih kecele lagi, sebab tidak ada pintu terbuka untuk ke sana. Lebih baik kita memanfaatkan celah-celah yang ada di tanah air dewasa ini dan berusaha mencari celah-celah baru di semua lembaga negara, secara baik, cerdik, gigih dan kreatif. Ambillah juga hikmah dari pengalaman perjuangan-perjuangan di Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Konstitusi